Kamis, Januari 21, 2010

Sahabatku Tersayang...


Sahabatku tersayang. Sahabat straight-ku yang telah mendampingiku melewati masa-masa SMA yang ceria. Tahukah kamu aku penuh haru saat melihatmu berjalan berdampingan dengan suamimu menuju altar gereja. Kamu cantik sekali dengan balutan gaun putih menawan. Hatiku bergetar... Hatiku dan hati Mel saat itu berlimpah bahagia.

Masih kuingat dulu, betapa sayangnya mamamu kepadaku sehingga dia melimpahi tugas mengasuhmu. Aku menyuapimu kalau kamu malas makan, mendampingimu belajar, memarahimu kalau kamu salah langkah, mengantarmu kemana pun kamu pergi, hingga mendampingimu bulan-bulan pertama saat kau masuk kuliah. Ah... Kala itu aku seperti mamimu. Meski kita seumuran, sekelas, satu tempat duduk. Tapi aku ditakdirkan menjadi pemimpinmu.

Hari ini kita kembali bertemu di dunia maya. Berbincang soal malam pertama, bulan madu dan penikahan. Ah... Kau pasti lega sekarang, karena lelaki itu telah mendampingimu. Lelaki yang kuanggap mampu menjadi imam bagimu. Lelaki yang bertanggung jawab dan berbudi baik. Lelaki yag selalu renyah dalam tawa.

Sahabatku, entah bagaimana kata-kata itu terangkai, hingga tiba-tiba aku dan kamu telah sampai pada pembicaraan yang membuat hatiku risau. Kukatakan kepadamu...

"Kalau gue nikah itu mujizat."
"Kenapa Den?"
"Gue udah nggak mikir ke situ..."
"Nggak perlu nikah Den, kalau lo nggak sanggup. Yang penting lo bahagia. Nggak nikah juga nggak apa2."
"Hm..."
"Gue akan tetap disamping lo, apapun pilihan lo. Seburuk apapun penilaian orang lain."

Sahabat tersayang, mengertikah kau tentang perasaanku saat ini? Pahamkah mengapa sampai saat ini aku tak berniat menikahi lelaki mana pun? Apakah kau maknai dengan baik tiap genggaman tanganku dan Mel? Dia perempuan yang selalu kau tanya kabarnya, dia perempuan yang selalu kau undangan dalam berbagai acara yang kau adakan. Dia adalah perempuanku...

Sahabatku tersayang... Hari ini aku haru... semoga suatu saat nanti kamu akan menjadi sahabat straight pertamaku yang tahu bahwa aku adalah lesbian...

Kesejatian persahabatan adalah ketika tangannya terbuka saat tangan seluruh dunia tertutup..

Rabu, Januari 06, 2010

Ngambek...


Hari ini telah aku bawakan sebatang coklat untukmu, tapi tak jadi kuberi. Aku memang tukang ngambek. Siang itu aku menangis, mungkin sama sepertimu yang ikut menangis setelah jejak motorku meninggalkanmu. Sejinjing nasi kotak yang kau bawakan mengayun-ayun di motorku.

Mungkin saat itu kita saling membenci...

Berkali-kali kamu SMS aku, begitu juga aku. Setiap selesai membaca SMS-mu, aku langsung nangis lagi. Aku memang sensi, cengeng dan tukang ngambek.

Luluhkah hatiku??? Ya... aku luluh... Buktinya, kusantap juga nasi kotak yang kau berikan tadi. Bukan karena aku lapar. Ah malu rasanya mengakui aku luluh karena lapar. Sayang, aku luluh bukan karena aku lapar, tapi karena aku luluh maka aku lapar.

Ada sayur bayam di sana, rendang daging, bakwan udang, bakwan jagung dan buah dukuh. Em... enaknya... Sebenarnya, seribu ucapan terima kasih ingin kuungkapkan. Sudah kugenggam HP hendak mengirimkanmu SMS, tapi aku gengsi. Ya, aku memang tukang ngambek.

Utungnya kamu yang mengalah dan mengirim sms duluan, "Say... Kalau kamu makan nasi kotak yang aku kasih, jangan makan donatnya yha..."

Seketika aku tertawa, gantungan kunci berbentuk donat begitu manis rebah di samping nasi kotak pemberianmu. Ah kau ingat saja... Di Mall beberapa bulan lalu, aku merengek minta dibelikan gantungan kunci berbentuk donat, roti dan biskuit. Kenapa??? Karena aku suka makan. Semua gantungan itu akan kujadikan sumber fantasi jika aku lapar. Kubalas SMS-mu "Hahahahahaha, bisa aja kamu. Thanks yha..."

Mungkin saat itu kita saling mencinta...


Hari ini aku telah mendapat gantungan kunci berbentuk donat. Aku senang... Tapi berarti kamu masih hutang gantungan berbentuk roti dan biskuit. Awas kalau tidak dibelikan!!! Aku kan tukang ngambek!!!

Ribut dan Mesra adalah pelangi dalam sebuah hubungan...

Selasa, Januari 05, 2010

Kekasih...


Kekasih, satu tahun lagi kita lewati. Tahun 2009 yang berat, yang membuat harga diri kita terinjak-inajk, tahun yang telah merampas hak kita untuk membela diri, tahun di mana aku disebut sebagai manusia gagal, tahun yang membuat seluruh usaha yang telah aku bangun bertahun-tahun hancur dalam sekejap. Menyesalkah aku memilih jalan ini? Menyesalkah aku menjadi kekasihmu? Menyesalkah aku jatuh cinta kepadamu?

Ah... bolehkah aku tidak menjawabnya? Karena bukankah keberadaanku disampingmu saat ini telah membuktikan bahwa aku tidak pernah menyesal sedikit pun memilih jalan ini? Sebab telah kupahami dengan penuh apa arti cinta kita.

Jadi, aku mohon padamu kekasihku tercinta. Janganlah berikan patokan waktu pada cintaku yang tak pernah lekang oleh jaman. Janganlah berikan batas pada cintaku yang tak bertepi. Janganlah berikan akhir pada cintaku yang abadi. Sebab mencintaimu adalah kebahagiaan yang tak ternilai.

Untuk cinta yang tak lekang, untuk sayang yang tak bertepi, untuk asmara yang abadi, maka aku lemparkan harga diri, aku ludahi keangkuhan, aku injak-injak kesombongan untuk memohon kepadamu, "Jangan tinggalkan aku!"