Hingga detik ini aku masih belajar dan aku hanya pembelajar. Aku belajar banyak untuk bisa memahami hidup, memahami cinta, memahami berkorban, memahami ikhlas, memahami kesejatian dan memahami kefanaan. Aku terlalu bodoh untuk disebut pintar, terlalu minim untuk disebut berpengalaman. Aku hanya pembelajar...
Dalam banyak hal aku hanya bisa terdiam memandangi hidup, memandangi perempuan yang saling berangkul tangan mesra dengan pasangannya, memandangi seorang ibu yang menyusui anaknya dalam sayang, memandangi pertengkaran yang membabibuta, memandangi peluk cium, memandangi cinta, memandangi benci, memandangi pernikahan, memandangi perceraian, memandangi kelahiran dan memandangi kematian. Untuk semua pemandangan itu, aku tak hanya terdiam, karena aku hanya pembelajar...
Dalam pembelajaranku, kutemukan bahwa....
Dunia terlalu luas untuk bisa dijelajahi
Hidup terlalu sarat makna untuk bisa ditafsir
Cinta terlalu kompleks untuk bisa dimengerti
Ada banyak hal yang kutakutkan tentang ini, cinta sesama jenisku, tapi pembelajaran memberi banyak makna bahwa cinta memiliki caranya sendiri untuk dinikmati, meski kadang cinta juga memiliki caranya sendiri untuk menyakiti.
Siapa yang jamin kalau aku meninggalkan cinta sesama jenisku berarti aku akan menjadi lebih bahagia?
Tapi...
Siapa yang jamin kalau menetap pada cinta sesama jenisku akan mendatangkan kebahagiaan?
Tak ada yang menjamin... Karena sekali lagi, pembelajaran itu mengajarkanku...
Dunia terlalu luas untuk bisa dijelajahi
Hidup terlalu sarat makna untuk bisa ditafsir
Cinta terlalu kompleks untuk bisa dimengerti
Untuk semua ketidaktahuanku tentang dunia, hidup dan cinta, akhirnya aku memilih untuk mengalir bersama waktu. Membiarkannya menerbangkanku ke langit atau menghempaskan aku ke jurang.
Terserah...