Jumat, September 26, 2008

Doa Di Pagi Buta

Pagi buta, ketika semua masih tertidur, Melisa sujud berdoa di ujung ranjang sambil berderai air mata. Sayup dalam keheningan aku mendengar, suaranya paraw. Ah, dia menangis lagi. Hatiku ikut memerih. Kali ini kukumpulkan seluruh tenaga untuk bangkit dari pembaringan. Aku duduk dalam kegelapan pekat, hanya bahu berbalut selimut putih yang dapat kulihat.

Tuhan, aku mohon jangan pisahkan kami
Jangan jadikan dosa sebagai alasan
Jangan biarkan ada orang ketiga merobek kesetiaan
Tuhan, jagalah Deni
Berikan dia hati yang bijaksana untuk bertindak
Supaya hatinya lurus dan pikirannya jernih
Supaya tidak pernah ada kata berpisah yang melintas dalam pikirannya
Aku duduk tepat di belakang Melisa, memeluknya erat. Melisa terkejut bukan kepalang, tapi setelah tersadar bahwa orang yang memeluknya adalah aku, ia segera melingkarkan kedua tanganku di perutnya. Kami bersama berdoa. Air matanya berjatuhan di telapak tanganku.

Aku hanya diam. Entah kata apa yang dapat kuucap. Kadang masalah terlampau begitu berat untuk dihadapi. Kadang hidup memberi pilihan. Kadang orang lainlah yang datang dan menentukan jalan hidup kami. Itulah yang membuat Mel menangis, bukan hanya karena beratnya masalah hidup yang kami jalani, tapi karena takdir yang dibuat oleh manusia pada kami.

Berjalan dalam hukum-hukum orang lain adalah sangat menyakitkan. Perihnya sungguh terasa hingga ke dasar hati. Jadi dalam kepekatan pagi, kupeluk kekasihku dengan penuh cinta. Agar pelukan itu dapat membalut luka hatinya yang meradang. Agar pelukan itu dapat memberinya keyakinan untuk mempertahankanku. Agar pelukan itu memberi kami kekuatan menjalani takdir. Dalam keheningan pagi dan dalam kehangatan pelukan kami berdoa. Berharap semoga Tuhan memberi terang pada kepekatan, dan semoga Tuhan memberi kehangatan dalam pelukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar