Jumat, Januari 09, 2009

Aku Menyebut Tahun 2008 Istimewa


Aku menangis di sudut kamar membayangkan hidupku sepanjang tahun 2008. Tahun yang awalnya aku lewati dengan raga yang hampir hancur namun diakhiri dengan tubuh yang begitu gagah. Oleh karena itu aku bersujud kepada Tuhan. Kusukuri kehidupan baru yang merekah sepanjang tahun 2008.

Aku bersyukur karena pada tahun itu banyak orang-orang baru yang muncul dalam hidupku dan memberikan warna yang kuat. Seketika saja mereka menjadi hidupku, menjadi masa depanku. Walau pada tahun itu pun, aku juga kehilangan banyak orang. Mereka hilang sehilang-hilangnya. Pergi tanpa kata, menghilang tanpa jejak. Seketika saja mereka menjadi masa laluku.

Aku menyebut tahun 2008 istimewa. Aku tidak pernah memintanya. Tapi Tuhan menghadikankan keistimewaan itu. Begitu cepat, begitu sakit namun begitu memberi kebahagiaan. Aku mengalami pergolakan jiwa yang sarat. Mulai dari keraguan, keberanian, langkah, galau, bertanya, belajar, mengajar hingga menerima dengan penuh syukur. Semua menjadi warna yang indah dalam perjalananku dengan mahluk bernama perempuan. Bernama Mel. Tuhan menyatukan aku dengan perempuan itu setelah kami saling mencinta beratus hari lamanya.

Berbagai peristiwa dan gejolak emosi yang begitu kompleks di tahun 2008 mengajarku untuk membenahi diri dan cara memandang Tuhan. Aku menjadi lebih introvert dan melankolis. Menjadi lebih spiritual dan religius. Tahun itu, aku merasa seperti keledai dungu, seperti kain kesumba berwarna merah pekat, seperti noda. Dan dalam segala rasa itu, Tuhan datang menjadi musafir yang naik keledai, naik ke punggungku, sehingga aku menjadi keledai yang berguna. Tuhan datang dan mengubah kain kesumba dan titik-titik noda menjadi putih seperti bulu domba. Sungguh, dalam kegamangan aku sangat membutuhkan Tuhan untuk menuntun jalan.

Dan sepanjang tahun itu. Sepanjang jalan yang harus aku lalui. Di atas jalan-jalan yang penuh semak duri dan batu tajam, Tuhan menggendong dan menibakanku di ujung jalan dengan selamat. Di ujung tahun 2008, aku berdiri tanpa luka.

Segala jenis senyum membentang. Kuciumi dengan penuh kasih sayang kaki Tuhan yang berlumur darah saat menggendongku. Ia tersenyum, aku juga. Tuhan bertanya: "Apa yang kamu minta dari-Ku di tahun 2009 ini?" Kujawab: "Pegang tangan-Ku Tuhan, dan jangan lepaskan. Itu lebih dari cukup."

2 komentar:

  1. Minta Tuhan pegang tanganku juga yah DeN... Aku juga butuh pegangan neh...

    BalasHapus
  2. @ Grey, Hai welcome sista!.
    Tuhan dekat pada orang2 yang mencari-Nya.
    Dia memegang semua tangan umat-Nya. Hanya kadang kita yang sering kali melepaskan tangan Tuhan

    BalasHapus