Jumat, Juli 10, 2009

Redup, Terang, Tapi Tidak Mati


Kekasihku, entah ke mana akan kita bawa percintaan kita ini. Semakin hari aku semakin mencintaimu. Aku semakin tak ingin jauh darimu. Aku sudah menggantung seluruh hidupku pada cintamu. Entah apa jadinya hidupku tanpamu.

Kekasihku, tahukah kau seberapa resah, takut dan gundahku memikirkan masa depan kita. Seandainya cinta ini tak melanggar moral dan norma, maka cinta kita berdua adalah terkuat, terkokoh dan terhebat. Tapi... jalan-jalan yang kita tempuh membuat norma dan moral begitu melekat erat di bahu kita.

Aku ingin meludahi moral dan norma, membakar semua tugas kerohanian yang kusadang ke dalam api amarah, membawamu kabur ke negeri yang baru, memelukmu erat dan tak melepaskan sampai akhir hayat.

Aku ingin berkacak pinggang dan menantang dunia, "Silahkan pisahkanlah kami, maka aku akan membunuhmu, memutilasi tubuhmu dan meleparkan potongan tubuhmu ke dalam tungku api!!!" Tapi... itukah aku? itukah kau? Jangankan membunuh, melukai hati orang saja sudah membuat kita merasa terbunuh.

Jadi haruskah dunia berkuasa dan menentukan segala arah hidup kita? Haruskah kita berpasrah pada kemauan orang banyak?

***

Diam... diamlah wahai dunia... ijinkan kami menangis dan memukul dada karena perbuatanmu, ijinkanlah kami memakai kain perkabungan dan menumpahkan abu di kepala. Karena saat dunia memisahkan kami berdua... Maka tinggalah sepi, sedih, luka, duka dan derita yang menjadi karib sejati bagi kami.

Bolehkah dunia menjadi lebih ramah? Bolehkah aku hidup hanya dengan orang yang bisa membuat aku tergila-gila? Sebab aku hanya mau dia, hanya dia. Bolehkan sinar kami selalu menyala? Dalam badai, dalam gelombang, dalam gemuruh, biarkalah kami menyala. Redup, terang, redup, terang, tapi tidak mati...

2 komentar:

  1. selaksa doa untuk kebersamaan kalian, untuk kami dan juga untuk pasangan lesbian lain di muka bumi ini...

    BalasHapus
  2. @arinie. Thanks rin. Semoga doa kita semua terkabul. Semoga...

    BalasHapus