Selasa, Oktober 28, 2008

Hari Nyengnyong

Setiap hari adalah hari yang sibuk bagi aku dan Mel. Impian untuk bangun siang rasanya sudah terkubur. Dari senin sampai jumat kami bekerja dan diselingi pelayanan gereja pada malamnya. Sabtu Mel kuliah seharian dan aku mengantarnya. Hari Minggu kami sibuk pelayanan gereja dari pagi sampai malam. Setiap hari melelahkan. Senin-Minggu kami harus bangun pagi dan tidur dilarut malam.


Ah, kami begitu lelah. Tak jarang sesampainya di rumah aku segera tidur, melupakan belaian dan cumbuan yang mestinya kuberikan pada kekasihku. Tak jarang pula Mel sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya, melupakan kasih sayang dan kemesraan yang seharusnya diberikan kepada kekasihnya. Tak jarang aku merengek minta dimanjakan, tapi panggilan dari tugas-tugas kuliah Mel yang menumpuk terasa begitu kuat baginya. Tak jarang Mel merengek minta kutemani belajar, tapi mataku begitu berat, lima menit kemudian aku sudah ngiler di bantal. Dan tak jarang juga Mel harus menungguku pulang pelayanan hingga jam 12 malam. Kadang hanya tubuh lelapnya yang menyambut, tapi kadang senyum manis dan segelas wedang jahe menyapa.


Ah, kami lelah. Dan dalam kelelahan kami memimpikan sebuah hari di mana kami bisa berlibur dan bersantai. Kami sebut hari itu sebagai hari Nyengnyong (*ngasal mode on, Ssst itu bahasa orang kampung sini), hari kedelapan dalam satu minggu. Sebuah hari yang disisipkan antara hari Minggu sampai Senin. Hari yang hanya ada dalam dunia khayal kami. Sebuah hari di mana aku bisa bangun siang, bercanda, bercumbuan dan bergulingan dengan Mel di atas kasur. Sebuah hari di mana aku bisa memasak sayur buncis untuk Mel, mencuci baju bersama, menonton DVD tanpa ketiduran, bernyanyi sambil bermain piano, berlari dipinggir pantai dan saling mengguyur air laut. Suatu hari dimana aku dan Mel bisa berbicang-bincang tentang cinta dan masa depan. Suatu hari dimana aku bisa membelai Mel mesra sampai titik kepuasannya. Suatu hari di mana kami bisa pergi ke bioskop tanpa terburu-buru pulang. Suatu hari dimana kami bisa cekikikan ditepi kali Cisadane.


Sayangnya, hari itu tidak pernah ada. Bahkan libur hari besar kami telah diisi dengan sejumlah jadwal rapat gereja, kegiatan sosial dan kunjungan ke keluarga besar. Memang hari itu tidak pernah ada sebab hari ini Mel tetap bangun jam 5.00 WIB, menyiapkan makan pagi untukku. Dan aku bangun jam 05.30, segera mandi dan berangkat, entah ke kantor, entah mengantar Mel kuliah, entah ke gereja. Yang jelas setiap hari aku bangun jam 05.30 dan tidur paling cepat jam 23.30 WIB. Em... aku ngantuk, benar-benar ngantuk. Baiklah kuselesaikan tulisan ini, dan aku segera menuju meja kerja untuk tidur. Eh salah, maksudku untuk bekerja.

3 komentar:

  1. wah, aku juga mau tuh hari nyengnyong. hari yang kuimpi-impikan. hari dimana aku bisa bebas jalan dengan partner tanpa harus memikirkan yang di rumah. masalahnya, walaupun hari nyengnyong itu tiba, partnernya yang belum tersedia hahaha...

    BalasHapus
  2. Hehehe, baca tulisan ini aku dan Lax banget. Kadang2 udah bela2in cuti dari kantor untuk berduaan tetap aja nggak sempet Nyengnyong... :))

    BalasHapus
  3. De Ni, bentar lagi gue mau menyongsong hari nyengnyong gue, hahahaha. Jangan ngiri yak :p

    BalasHapus